iklan muncul di whatsapp

Tanda Kemunculan Iklan di WhatsApp Mulai Terlihat

Langkah baru yang diambil WhatsApp belakangan ini menandai perubahan arah yang cukup signifikan. Untuk pertama kalinya sejak aplikasi ini hadir, WhatsApp mulai menyisipkan iklan ke dalam platformnya.

Iklan tersebut memang tidak mengganggu ruang percakapan pribadi, karena hanya ditampilkan pada tab “Pembaruan” (Updates). Meski begitu, kehadirannya tetap dianggap sebagai pergeseran nilai dari semangat awal WhatsApp.

Bagi para pengguna lama yang telah mengikuti perjalanan WhatsApp sejak masa awal, kebijakan ini terasa seperti menyimpang dari prinsip yang pernah dijunjung tinggi oleh para pendirinya.

Jan Koum dan Brian Acton, sebagai dua tokoh di balik berdirinya WhatsApp, dulu sangat vokal dalam menolak praktik komersialisasi data pengguna. Mereka pernah bertekad untuk tidak menempatkan pengguna sebagai komoditas, melainkan menjunjung tinggi privasi dan kesederhanaan.

Kini, dengan WhatsApp menjadi bagian dari Meta, tidak heran jika platform ini mulai diarahkan untuk turut menyokong ekosistem bisnis periklanan raksasa teknologi tersebut.

Perubahan ini bisa jadi awal dari strategi jangka panjang Meta untuk memaksimalkan potensi pendapatan dari layanan pesan yang telah digunakan oleh miliaran orang di seluruh dunia.

whatsapp

Bertentangan Dengan Pendiri WhatsApp Dahulu

Pada masa awal kemunculannya di tahun 2009, WhatsApp hadir dengan pendekatan yang jauh berbeda dari kebanyakan aplikasi pesan instan lainnya. Saat itu, pasar sudah dipenuhi layanan yang dijejali fitur berlebihan, permainan, notifikasi tak henti, hingga iklan yang mengganggu kenyamanan pengguna.

Namun, pendiri WhatsApp, Jan Koum dan Brian Acton, justru memilih jalur yang sunyi dan bersih. Mereka menghadirkan layanan komunikasi yang sederhana: hanya mengirim pesan teks, pesan suara, dan selanjutnya menambahkan fitur panggilan suara dan video. Tidak ada ruang untuk iklan maupun hal-hal bersifat gimmick.

Sebagai bentuk komitmen terhadap nilai-nilai tersebut, mereka bahkan pernah menempelkan pesan motivasi di dinding kantor yang berbunyi: “No Ads! No Games! No Gimmicks!”. Kalimat itu menjadi prinsip utama yang mereka pegang teguh dalam setiap pengambilan keputusan terkait pengembangan aplikasi.

Alih-alih mencari keuntungan melalui iklan atau menjual data pengguna, WhatsApp sempat menerapkan biaya langganan sebesar 99 sen per tahun. Ini merupakan pilihan sadar untuk menjaga kemandirian dan menghormati privasi pengguna.

Dalam sebuah tulisan blog resmi pada tahun 2012, mereka menjelaskan filosofi tersebut secara gamblang: “Jika ada iklan, maka kamu adalah produk yang dijual.” Kalimat ini menjadi pengingat bahwa mereka lebih memilih kepercayaan pengguna daripada keuntungan instan dari monetisasi data.

Perubahan Bermula Ketika di Akuisisi Facebook

WhatsApp kini resmi menjadi bagian dari ekosistem iklan milik Meta. Langkah ini mengakhiri janji awal para pendirinya yang dulu begitu teguh menyuarakan semboyan “Tanpa Iklan! Tanpa Gim! Tanpa Gimmick!”. Kehadiran iklan di aplikasi perpesanan ini tak lagi sekadar wacana, tapi telah menjadi kenyataan di pertengahan 2025.

Langkah monetisasi WhatsApp sejatinya bukanlah hal yang terjadi secara tiba-tiba. Akar perubahan ini sudah mulai tumbuh sejak Facebook—yang kini bernama Meta—mengakuisisi WhatsApp pada tahun 2014 dengan nilai transaksi mencengangkan, mencapai 19 miliar dolar AS.

Kala itu, pendiri WhatsApp, Jan Koum dan Brian Acton, masih berada di dalam perusahaan dan berkomitmen menjaga platform ini bebas dari iklan, sesuai dengan visi awal mereka.

Namun seiring berjalannya waktu, tekanan dari dalam perusahaan untuk memaksimalkan potensi bisnis WhatsApp mulai menguat. Meta, yang memang mengandalkan iklan sebagai sumber utama pendapatan, perlahan mendorong perubahan strategi agar WhatsApp lebih terbuka terhadap peluang komersial.

Salah satu indikasi awal dari pergeseran ini tampak pada tahun 2016, ketika biaya berlangganan tahunan WhatsApp dihapus, dan aplikasi ini sepenuhnya gratis digunakan. Meskipun begitu, saat itu Meta masih menekankan bahwa iklan belum akan muncul di dalam layanan.

Sukses Meta dalam menghasilkan lebih dari 160 miliar dolar AS dari iklan di Facebook, Instagram, dan berbagai platform lainnya sepanjang 2024 menjadi sinyal kuat bahwa mereka kini serius menggarap potensi pendapatan serupa dari WhatsApp. Dengan jumlah pengguna aktif bulanan yang telah menembus angka 3 miliar, WhatsApp kini dipandang sebagai tambang emas baru yang belum sepenuhnya digali.

Potensi WhatsApp sebagai mesin uang jelas tak bisa dianggap remeh. Selain basis pengguna yang masif, layanan ini juga memiliki tingkat keterlibatan tinggi. Tak heran jika Meta perlahan membentuk strategi yang memungkinkan WhatsApp tidak hanya sebagai aplikasi pesan, tapi juga sebagai kanal bisnis dan periklanan yang menjanjikan di masa depan.

Sayangnya, idealisme itu tidak bertahan lama. Brian Acton memutuskan mundur pada 2017, disusul oleh Jan Koum setahun kemudian. Dalam wawancara bersama Forbes, Acton secara terang-terangan menyatakan bahwa iklan bertarget adalah alasan utama yang membuatnya tidak betah.

Ia merasa bahwa aplikasi yang semula dirancang untuk menjaga privasi pengguna mulai berubah arah. Bagi Acton, mengumpulkan data pengguna demi menyasar iklan bukanlah bagian dari visi awal WhatsApp. Kepergian mereka menjadi penanda awal dari perubahan besar yang akan terjadi.

Wacana penayangan iklan sempat dibatalkan pada 2020. Namun pada 2023, topik ini kembali mengemuka, dan akhirnya terealisasi dua tahun kemudian. Dengan ini, misi awal WhatsApp sebagai aplikasi sederhana tanpa distraksi komersial secara resmi telah usai—berganti menjadi alat baru Meta dalam meraup keuntungan dari iklan digital.

whatsapp dijadikan ladang bisnis selanjutnya

Munculnya Iklan Pada Status WhatsApp

Perubahan terbaru dari WhatsApp memunculkan kekhawatiran baru soal privasi. Banyak pihak merasa bahwa aplikasi yang dulu dikenal sebagai ruang komunikasi aman dan bebas iklan kini sudah tidak sama lagi. Tak sedikit yang merasa bahwa komitmen WhatsApp terhadap perlindungan privasi telah luntur.

Kini, WhatsApp resmi menyisipkan iklan ke dalam fitur Status. Mirip seperti fitur Stories di Instagram, iklan dari akun bisnis akan diselipkan di antara unggahan teman dan keluarga. Meskipun fitur ini bersifat sementara dan akan menghilang dalam 24 jam, kehadiran iklan tetap dinilai mengganggu oleh sebagian pengguna.

Beberapa pengguna Reddit menyuarakan kekecewaan mereka. Tak sedikit yang mempertimbangkan untuk berpindah ke platform alternatif seperti Signal, yang dinilai lebih konsisten menjaga privasi. Salah satu komentar yang cukup populer bahkan menyindir Meta dan CEO-nya, dengan menulis: “Pelajaran moral dari kisah ini: jangan pernah percaya pada Zuck.”

Meta menjelaskan bahwa iklan hanya akan ditampilkan di tab “Updates” dan tidak akan muncul dalam percakapan pribadi. Mereka juga menyatakan tidak menggunakan isi pesan untuk menargetkan iklan. Namun, mereka tetap memanfaatkan sejumlah data pengguna seperti lokasi, bahasa, channel yang diikuti, hingga interaksi dengan iklan sebelumnya.

Pakar privasi dari EPIC (Electronic Privacy Information Center), John Davisson, menyebut langkah ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap nilai inti WhatsApp. Menurutnya, Meta telah mengubah layanan yang dulu bebas dari pelacakan menjadi bagian dari sistem periklanan raksasanya.

Tak sedikit pula yang meyakini bahwa ini baru permulaan. Ada kekhawatiran bahwa ke depannya iklan akan menjalar lebih jauh ke dalam fitur-fitur utama WhatsApp, termasuk kemungkinan muncul dalam percakapan langsung.

Selama lebih dari sepuluh tahun, WhatsApp menjadi contoh layanan komunikasi yang tidak disusupi iklan dan pelacakan. Tapi kini, banyak yang merasa era itu telah berakhir, seiring dengan dominasi Meta yang semakin menonjolkan monetisasi atas layanan gratisnya.

WhatsApp Jadi Salah Satu Alat Cuan

WhatsApp kini tak hanya berfungsi sebagai aplikasi kirim pesan instan, melainkan telah berkembang menjadi wadah distribusi konten serta peluang monetisasi bagi penggunanya. Langkah ini membuat WhatsApp sejajar dengan platform milik Meta lainnya seperti Instagram dan Facebook.

Dalam pengumuman resminya, WhatsApp juga merilis dua fitur baru untuk mendukung potensi bisnis dan kreator: Channel Subscriptions dan Promoted Channels. Kedua fitur ini memungkinkan pemilik channel untuk mendapatkan penghasilan langsung dari pelanggan serta memperluas jangkauan audiens mereka melalui fitur promosi.

Juru bicara WhatsApp, Anaik von der Weid, menegaskan bahwa pengembangan ini tetap mempertimbangkan kenyamanan pengguna. Ia menyampaikan bahwa fitur-fitur baru tersebut ditempatkan di tab “Updates” agar tidak mengganggu pengalaman percakapan utama para pengguna.

“Percakapan pribadi tetap menjadi prioritas kami. Fitur-fitur baru ini hadir tanpa mengubah cara pengguna berinteraksi di WhatsApp,” ujarnya kepada media teknologi The dikutip dari laman Kompastekno.

Selain memperkenalkan monetisasi melalui channel, Meta juga telah memulai penayangan iklan di WhatsApp pada bagian Status. Langkah ini dinilai sebagai bentuk keseriusan Meta dalam menjadikan WhatsApp sebagai platform bisnis digital dan sarana pemasaran yang menjanjikan.